Selama lebih dari satu abad pencarian kehidupan ekstraterestrial, kita berasumsi bahwa tetangga kosmik kita adalah makhluk organik. Namun, bagaimana jika ternyata mereka adalah kecerdasan artifisial?
Selama lebih dari seabad lamanya, kita telah menyiarkan keberadaan kehidupan kita ke kosmik. Tahun 2016, sinyal yang samar-samar dari acara televisi besar pertama di dunia, 1963 Olympics, yang diadakan oleh Nazi, melewati beberapa planet yang berpotensi dapat dihuni.
Namun, mengapa alien belum membalas panggilan kita?
Ada banyak jawaban yang bisa menjelaskannya. Pertama, mungkin tidak ada alien di sekitar wilayah kosmik kita sehingga tidak pernah ada komunikasi langsung. Kedua, mungkin mereka masih menjalani kehidupan dalam bentuk mikroba yang tak pernah berkembang dan memiliki pikiran, atau yang ketiga: alien memutuskan untuk menjauhi kehidupan manusia di Bumi. Namun, di luar itu semua ada jawaban yang kini malah jadi perbincangan: bagaimana jika alien itu ternyata tak seperti kita?
“Meski menemukan tanda-tandanya, kita tak bisa berharap bahwa di ujung sana ada alien berbentuk lunak dan berisi protoplasma seperti yang kita bisa temukan di sini,” kata Seth Shostak, seorang ahli astronomi senior dari organisasi pencari kehidupan ekstraterestrial, SETI (Search for Extraterrestrial Intelligence).
SETI secara aktif mencari tanda-tanda kehidupan ekstraterestrial cerdas selama lebih dari setengah abad. Meski beberapa sinyal menunjukkan tanda-tanda kehidupan alien, mereka belum pernah bisa memastikan hal itu. Namun, Shostak percaya bahwa kita pun harus mempertimbangkan untuk melihat ke masa depan kita sendiri untuk melihat akan seperti apa alien ini.
“Mungkin, hal paling signifikan yang bisa kita lakukan adalah mengembangkan alien versi kita sendiri,” kata Shostak. “Jika kita dapat mengembangkan kecerdasan artifisial ratusan tahun setelah menemukan radio, kemungkinan besar alien yang seharusnya kita temukan telah melewati titik tersebut.”
Pertanyaan besarnya adalah apakah AI suatu saat akan jadi kecerdasan yang sadar dan memiliki tujuan sendiri sehingga tak lagi membutuhkan makhluk biologis yang mengembangkannya - Stuart Clark
“Dengan kata lain,” kata Stuart Clark, “sebagian besar kecerdasan di kosmik, saya berani bilang, adalah kecerdasan sintetis, dan mungkin akan mengecewakan para penggemar film yang mengharapkan kemunculan makhluk abu-abu kecil dengan mata besar, tanpa baju, tanpa rambut, atau tanpa rasa humor.”
Ini adalah argumen yang mengasumsikan bahwa makhluk yang pertama kali menciptakan AI (alien abu-abu dari dimensi yang lebih tinggi dan sangat cerdas) sudah lama tiada.
“Atau mungkin masih ada,” kata Shostak, “tetapi begitu kamu mengembangkan kecerdasan buatan, kamu menggunakannya untuk mengembangkan teknologi AI generasi berikutnya. Begitu seterusnya hingga dalam waktu, anggaplah, 50 tahun, kamu tidak hanya punya mesin yang jauh lebih cerdas dari sebelumnya, tetapi pastinya juga lebih cerdas dari semua manusia digabung jadi satu.”
“Pertanyaan besar lainnya,” kata Stuart Clark, penulis buku Search for Earth’s Twin dan ahli astronomi, “adalah apakah AI jadi punya kesadaran dan kemampuan menentukan tujuan mereka sendiri hingga bisa memutuskan bahwa mereka tak lagi butuh manusia seperti kita untuk mengembangkannya.”
Dari fiksi ilmiah kita belajar bahwa AI mengambil alih kekuasaan dengan memusnahkan pencipta mereka yang memiliki kecerdasan lebih rendah. Tengok saja Battlestar Galactica atau The Terminator untuk melihat contohnya. Namun, ini bukan hal yang mutlak. Setidaknya saat ini, mesin yang bisa benar-benar berpikir dan memiliki otak sintetis masih mustahil.
“Saya sendiri tidak yakin kita akan tiba ke tahap ini,” kata Clark. “Namun, intinya adalah kita mencari sesuatu di luar sana yang kita bayangkan mirip dengan kita.”
SETI mungkin mencari ET di tempat yang salah
SETI menggunakan serangkaian piringan teleskop radio di California untuk mencari sinyal. Penerima diarahkan ke sistem bintang di mana planet telah ditemukan oleh teleskop Bumi atau antariksa seperti observatorium Kepler milik NASA. Planet-planet ini kemungkinan memiliki lautan dan atmosfer yang mendukung kehidupan, atau habitat yang membuat evolusi manusia menjadi mungkin. Namun, kecerdasan buatan bisa hidup di mana saja.
“Dan itulah masalahnya,” kata Shostak. “Bukan hanya bisa ada di mana saja, tetapi juga mungkin bagi mereka mengunjungi berbagai tempat di alam semesta yang terdapat sumber energi besar. Banyak kebutuhan, banyak energi yang dibutuhkan. Ke tempat yang banyak energilah mereka akan datang.”
Jika demikian, maka mungkin SETI mencari alien di tempat yang salah. “Alih-alih menciptakan lapangan teleskop radio sendiri, lebih baik menghabiskan uang untuk melengkapi setiap observatorium dengan perangkat tambahan yang memungkinkan untuk mendeteksi setiap sinyal dan pola-pola yang berulang,” terang Clark.
Tentu saja, hal tersebut masih dapat diperdebatkan. Namun, teknologi SETI memberikan kita penemuan astronomi lain yang lebih mengejutkan. Karena SETI, kita jadi tau pulsar adalah bintang neutron yang berputar dengan cepat. Ketika Jocelyn Bell menemukan denyut sinyal pertama tahun 1967, tim dari Universitas Cambridge dengan setengah bercanda menyebutnya LGM1 atau label untuk Little Green Men (Makhluk Hijau Kecil).
Dalam waktu dekat, sangat mungkin SETI akan terus mencari kehidupan di planet lain yang mirip Bumi. “Tapi,” kata Shostak, “seiring berjalannya waktu, sepertinya ide untuk menemukan AI untuk menggantikan alien terlihat jauh lebih menarik dan akan lebih banyak eksperimen yang mengarah ke sana.”
Pendekatan lainnya adalah dengan menyiarkan pesan dari Bumi ke wilayah-wilayah tertentu di kosmik. Ini adalah strategi kontroversial yang telah diingatkan oleh Stephen Hawking yang dapat membuat Bumi rentan terhadap serangan dan eksploitasi. “Kita hanya perlu melihat diri kita sendiri untuk melihat bagaimana kehidupan cerdas bisa berkembang menjadi sesuatu yang tidak ingin kita temui,” demikian peringatan Hawking pada tahun 2010.
Jadi, apakah kita makin dekat dengan penemuan bahwa ternyata kecerdasan (buatan atau bukan) di alam semesta yang selama ini kita cari adalah kita sendiri?
“Saya tidak setuju,” kata Shostak. “Tetapi SETI tidak memiliki kemampuan penyiaran yang andal dan masalah lainnya adalah jika pun dilakukan, bisa jadi responsnya masih sangat lama, bergantung pada lokasi alien itu sendiri.”
“Saya tidak berani mengatakan ya atau tidak atas pertanyaan apakah kita makin dengan dengan penemuan bahwa ternyata kecerdasan (buatan atau bukan) di alam semesta yang selama ini kita cari adalah kita sendiri,” kata Shostak. “Tetapi, sepertinya adalah sesuatu yang salah dengan pendekatan kita sehingga ini adalah awal yang baik untuk menyerah dan mencoba cara lain. Dan Clark setuju.
-///-
Artikel ini adalah terjemahan dari situs web BBC. Pertama kali ditulis oleh Richard Hollingham dengan judul asli What if the aliens we are looking for are AI?
Richard Hollingham adalah seorang jurnalis sains, penulis, dan presenter radio BBC. Dia telah menulis dan menyajikan beberapa seri radio tentang sains, lingkungan, dan politik internasional. Buku sains populernya, How to Clone the Perfect Blonde dinominasikan dalam jajaran panjang untuk penghargaan Aventis Science Prize yang bergengsi pada tahun 2004.
No comments
Post a Comment